Peran Enterpreneurship Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal

Setelah kita mengetahui beberapa peranan pemerintah dalam pengembangan ekonomi lokal, kita akan belajar tentang peranan swasta / pengusaha / enterpreneur dalam pengembangan ekonomi lokal. Kita pernah mendengar bahwa untuk memajukan suatu wilayah ataupun core bisnis tertentu, tidak peduli seberapa scoop ataupun luasan bisnis seseorang, namun yang diperlukan salah satunya adalah daya saing. Ya, istilah yang sering dipakai adalah daya saing suatu wilayah. Daya saing yang dimaksud adalah kemampuan suatu wilayah mendominasi pasar wilayah lain. Permintaan produk wilayah tersebut lebih tinggi dibanding permintaan produk lokal terhadap produk dari luar daerah. Dengan demikian yang terjadi adalah surplus perdagangan antar wilayah. Sering dilupakan adalah bahwa produk unggul tidak lepas dari peran enterpreneur.

 

Peran entrepreneur dalam pembangunan suatu wilayah sebenarnya sudah disadari sejak lama. Schumpeter adalah ahli pembangunan yang memberi perhatian khusus terhadap kegiatan para enterpreneur dalam pembangunan ekonomi suatu wilayah. Para entrepreneur adalah agen yang mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah melalui penemuan dan kombinasi baru. Wilayah yang mampu mendorong penemuan baru, teknologi baru, bentuk organisasi baru, pasar baru, dan bahan baku baru akan lebih maju secara ekonomi di banding wilayah yang tidak memenuhi kriteria di atas (high 2004). Dengan demikian peran para entrepreneur dalam pembangunan tidak dapat diabaikan. Banyak negara eropa mengalami pertumbuhan yang pesat, terutama setelah abad ke 18, karena mempunyai kelas entrepreneur yang kuat.

 

Dapatlah kita perhatikan, bahwa daya saing suatu daerah sangat tergantung pada kekuatan enterpreneur. Daerah yang mempunyai enterpreneur yang kuat kemungkinan besar akan lebih cepat maju dibanding daerah yang mengalami krisis enterpreneur. Transformasi ekonomi suatu wilayah terjadi jika sektor swasta kuat. Misalkan, selama ini banyak daerah ingin terjadinya transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor industri namun mereka lupa mengidentifikasi enterpreneur sebagai motor penggerak transformasi.

 

Kekuatan seorang enterpreneur adalah kreatifitas. Mereka selalu punya imajinasi dan menciptakan kesempatan atau memecahkan masalah dengan cara baru, atau seseorang yang menciptakan nice market atau membangun strategi memenuhi kebutuhan pasar (garfield, 1986). Di sini para entrepreneur tidak hanya berhenti sekedar mengidentifikasi pasar, tapi harus mencipta. Dengan demikian enterpreneur adalah sumber perubahan ekonomi dan sumber dinamika dalam masyarakat.

 

Melalui penemuan baru, seorang entrepreneur menikmati monopoli untuk sementara waktu. Situasi monopoli inilah yang akan memberi kesempatan entrepreneur menikmati keuntungan yang nantinya dipakai untuk melakukan inovasi. Inovasi ini pada akhirnya menyumbang terhadap pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Menurut schumpeter, jika suatu wilayah mempunyai kelas entrepreneur yang kuat, wilayah tersebut dapat berperan sebagai pemimpin terhadap wilayah lain dari sisi ekonomi. Namun perlu diingat keunggulan sebagai pemimpin hanya bersifat sementara karena para pesaing akan masuk dengan produk yang sama dan membuat inovasi yang lain.

 

Kizner melihat para enterpreneur mempunyai peran penting menjadi kekuatan pengimbang dengan memperbaiki pasar agar tetap seimbang (equilibrium) melalui proses penyesuaian harga. Schumpeter sebaliknya melihat para enterpreneur sebagai kekuatan yang selalu mendistorsi pasar (disequilibrium force) yang mendorong pembangunan. Ini yang oleh schumpeter di sebut sebagai “creative destruction” dimana usaha baru akan menghancurkan usaha yang sudah tua.

 

Para entrepreneur layaknya seorang yang revolusioner dan sekaligus visioner dalam bidang pembangunan ekonomi serta tidak lelah untuk berinovasi. Keputusan dibuat tidak hanya didasarkan pada signal pasar semata, tapi juga insting untuk melihat trend pasar di masa depan. Para entrepreneur sering digambarkan sebagai seorang yang rasional, utilaterian, atau hedonis yang menghamburkan uang untuk kesenangan. Tentu gambaran ini tidak selamanya benar, lebih dari itu mereka adalah pemimpin yang berhasil membangun kerajaan bisnis, dan selalu bertekad menang dalam medan perang bisnis (Schumpeter, 1952).

 

Enterpreneur berbeda dengan manager. Enterpreneur tidak pernah merasa terganggu ketika menghadapi masalah atau kendala. Bahkan mereka melihat masalah sebagai kesempatan melakukan berbagai perubahan dan bila perlu mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut. Dalam kaitan dengan inovasi, peraturan pemerintah bisa merupakan pisau bermata dua. Di satu pihak bisa mendorong inovasi tapi di lain pihak bisa mematikan inovasi. Dalam kaitan dengan proses inovasi, ada beberapa tahap yang perlu diketahui pengambil kebijakan (mcquaid 2003):

  1. Tahap pertama, munculnya perilaku inovative entrepreneur;
  2. Tahap kedua adalah mengidentifikasi peluang yang ada dan membuat keputusan tenang alokasi sumber sumber yang ada;
  3. Tahap terakhir adalah tahap perusahan berhenti melakukan inovasi sehingga perusahan hanya fokus pada memperbaiki efisiensi dan fokus pada persaingan harga dengan pesaingnya.

 

Setiap tahap membutuhkan kebijakan pemerintah yang berbeda. Misal, pada tahap pertama pemerintah perlu mengembangkan penelitian dasar dan mendorong budaya enterpreneur. Pada tahap kedua, pemerintah harus menjamin akses pada infrastruktur information and communication technology (ICT) atau membantu menciptakan pasar dan kebijakan aras mikro yang lain. Pada tahap terakhir peranan pemerintah adalah menjamin kestabilan lingkungan makro ekonomi dan beroperasinya pasar secara efektif.

 

Nah, semakin nyata dan terlihat bagaimana pengembangan ekonomi lokal menjadi hal yang penting dan perlu kontribusi semua pihak kan ? Selamat berkarya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.